Lokasi Gunung Krakatoa
Letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883 berawal dengan aktifitas gunung api yang meningkat sejak bulan mei. Titik kulminasi atau titik puncak terjadinya letusan gunung krakatoa adalah pada 27 Agustus 1883. Kemudian aktivitas gunung api minor terus terjadi hingga bulan Februari 1884.Fase awal Pada satu tahun menjelang titik puncak terjadinya letusan gunung krakatoa, aktivitas seismic yang berupa gempa bumi minor sering terjadi dan bahkan ada yang terasa juga di Australia. Pada tanggal 20 May 1883, 3 bulan sebelum terjadinya letusan yang sangat dasyat itu, debu vulkanik sudah tampak menyembur sedikit demi sedikit. Erupsi dan keluarnya debu tersebut terasa hingga jarak 6 km (20000 ft) dan letusan tersebut terdengar hingga Batavia (Jakarta sekarang) yang berjarak 160 km (99mil). Aktivitas gunung api tersebut mulai terlihat berhenti pada akhir bulan May dan dilaporkan berhenti beraktivitas hingga pertengahan Juni. Aktivitas erupsi mulai terjadi lagi pada tanggal 16 June, ketika itu gemuruh yang kencang terdengar dari puncak gunung krakatoa dan debu tebal serta pekat menutupi pulau tersebut selama hampir 5 hari. Pada 24 June, angin timur meniup kencang awan pekat tersebut dan dua kolom abu tebal malah semakin nampak dari Krakatoa sehingga sedikit banyak merubah bentuk krakatoa. Perubahan bentuk gunung akibat adanya erupsi sebelumnya tersebut menyebabkan terbentuknya sumber lubang magma yang terletak antara Perbuatan dan Danan, dekat dengan kawah anak krakatao. Erupsi yang terjadi tersebut juga menyebabkan kenaikan muka air laut dari biasanya yang dibuktikan dengan semakin panjangnya rantai penghubung angkur dengan perahu akibat kenaikan elevasi muka air laut. Kejadian-kejadian gempa disekitar lokasi mulai terasa sampai ke Anyer (Jawa) dan juga ditanggap oleh perahu yang berlayar di Samudra Hindia hingga ke Barat.Pada 11 Agustus, H.J.G. Ferzenaar melakukan investigasi terhadap pulau tersebut. Dia mencatat bahwa sumber abu yang utama (di lokasi yang baru terbentuk di Danan, yang menutupi bagian barat dari pulau tersebut (karena ngin bertiup dari timur di masa itu), dan asap berasal dari sekitar 8 lubang lainnya yang kebanyakan berada di Danan dan Rakata. Pada saat dia berada dilokasi tersebut, Dia menemukan lapisan abu setebal 0.5 meter (1ft 8 in), semua vegatasi kecil dan sudang sudah hancur dan yang tertinggal hanyalah pohon-pohon besar. Hari berikutnya, perahu berlayar melewati daerah utara dari lokasi dan melaporkan adanya lubang sumber keluarnya abu volkanik yang baru yang hanya berjarak beberapa meter diatas muka air laut. Aktivitas gunung berapi berlanjut sampai pertengahan Agustus.
Fase Klimaks
Tanggal 25 Agustus, terjadi peningkatan aktivitas gunung krakatoa. Pada pukul 13.00 (WIB) tanggal 26 Agustus, gunung api mengalami fase Paroxysmal (fase dimana terjadi perubahan aktivitas yang mendadak) dan pada pukul 14.00 dapat dilihat bahwa abu tebal pekat mencapai ketinggian 27 km (17 mi). Pada kondisi ini erupsi terjadi secara terus menerus hingga dapat didengar gemuruhnya setiap 10 menit sekali. Perahu yang berada 20 km (12 mi) dari lokasi gunung api melaporkan bahwa abu tebal dan sangat pekat mulai terlihat dan mengganggu sistem navigasi, dengan beberapa batu panas dengan diameter sekitar 10 cm yang diyakini berasal dari muntahan gunung api tersebut jatuh di dek kapal perahu mereka. Kemudian, Tsunami kecil terjadi di sepanjang pantai Jawa dan Sumatera sepanjang 40 km yang terjadi kira-kira pukul 18.00-19.00.
Tanggal 27 Agustus terjadi 4 letusan mayar dan dasyat yang terjadi pada pukul 05.30, 06.44, 10.01 dan 10.41 waktu setempat. Letusan yang terjadi dilaporkan sangat dasyat hingga terdengar pada 3500 km dari lokasi yaitu di Perth, Australia Barat dan pada kepulauan di Samudra Hindia yang terletak pada jarak 4800 km dari lokasi letusan. Kejadian tersebut di ikuti dengan Tsunami yang sangat besar yang memiliki ketinggian 30 meter yang berawal dari laut di sekitar lokasi letusan gunung Krakatao. Area disekitar selat sunda tersebut dan beberapa tempat di sepanjang pesisir Sumatera mengalami aliran Pyroclastic yang bersumber dari gunung api tersebut. Letusan gunung api tersebut memiliki nilai Volcanic Explosivity Indes (VEI) sebesar 6 dimana erupsi tersebut bernilai sama dengan 200 mega ton TNT (jenis bahan peledak pembuat bom) atau sekitar 13000 kali ledakan nuclear yang terjadi di Hirosima jepang ketika perang dunia II terjadi.
Penyebaran suara yang terdengar hingga ke beberapa negara di dunia
Tekanan gelombang yang terjadi disebabkan oleh raniasi letusan gunung api dari Krakatoa yang memilki kekuatan sebesar 1086 km/h (675 mph) (Winchester, 2003, p.248). Kekuatan tersebut sangat besar sekali sehingga dapat merusak gendang telinga para pelaut yang ketika itu sedang melintas di sekitar selat Sunda (Winchester, 2003, p.235) dan dapat menghasilkan sekitar dua setengah inchi percury (ca 85 hPa) yang terekam dari alat pengukur tekanan di Jakarta. Gelombang tekanan tersebut mengahasilkan radiasi di semua belahan dunia dan terekam pada alat Barographs seluruh dunia hingga 5 hari setelah terjadinya letusan. Barograph melaporkan bahwa gelombang (shock wave) yang terjadi menggema di seluruh belahan bumi hingga total sebanyak 7 kali. Debu gunung krakatoa mencapai ketinggian 80 km (50mi).Erupsi yang terjadi berangsur-angsur berkurang dan benar-benar diam tanpa aktivitas pada 28 Agustus pagi hari. Erupsi-erupsi kecil yang kebanyakan memuntahkan lumpur terjadi kemudian berlangsung hingga bulan Oktober, dilaporkan juga erupsi kecil terus terjadi hingga bulan Februari 1884.
Pada siang hari tanggal 27 Agustus, hujan abu panas akibat muntahan gunung krakatoa terjadi di Ketimbang (Lampung sekarang). Sekitar seribu penduduk meninggal yang bukan diakibatkan oleh tsunami yang terjadi setelah letusan, tetapi karena debu yang panas dan tebal. Verbeek (peneliti) meyakini bahwa kejadian unik ini (yaitu meninggalnya penduduk karena abu vulkanik) adalah disebabkan oleh letusan lateral atau Pyroclastic surge (sama dengan kejadian letusan gunung api St. Helens pada tahun 1980), yang juga terjadi di suatu pulau yang dikelilingi oleh lautan seperti Krakatoa. Kombinasi bencana yang terjadi yaitu, aliran Pyroclastic, debu vulkanik dan Tsunami terjadi yang merenggut korban jiwa sebanyak 3000 penduduk di Pulau Sebesi, yang terletak 13 km dari Krakatoa. Pyroclastic Flows membunuh sekitar 1000 orang di Ketimbang, yang terletak di 40 km sebelah utara Krakatoa. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pemerintahan belanda, Korban tewas dalam bencana ini adalah 36417 jiwa dan ada sumber lain yang mengestimasi jumlah korban jiwa sebanyak 120000 bahkan lebih. Beberapa kawasan di pulau Sumatra maupun jawa hancur tidak berbekas, termasuk Teluk betung dan Lampung di Sumatra, Sirik dan Serang di Pulau Jawa. Area di kawasan Banten, jawa dan Lampung, Sumatera juga mengalami rusak parah. Laporan lain mengatakan bahwa terdapat banyak mayat yang mengapung di Samudra Hindia. Selain itu, juga ditemukan batuan yang kandungannya hampir sama dengan yang dimiliki oleh gunung krakatoa di sepanjang pesisir pantai timur benua Afrika. Beberapa kawasan yang rusak akibat letusan tersebut tidak di perbaiki, namun dibiarkan sebagai hutan salah satunya adalah Taman Nasional Ujung Kulon.
Pyroclastic Flows yang terjadi di Krakatoa
Tsunami dan efeknya
Perahu yang ketika itu berlayar di sekitar area tersebut rusak karena terhantam Tsunami, dan tubuh perahu tersebut ditemukan mengambang di samudra seminggu setelah kejadian. Tsunami yang datang setelah Erupsi diyakini terjadi akibat adanya aliran Pyroclastic yang maha dasyat di lautan. Satu diantara empat letusan besar pada erupsi Krakatoa menyebabkan terjadinya Aliran Pyroclastic yang besar sebagai akibat dari gaya grafitasi yang colaps akibat kejadian erupsi gunung krakatoa. Keluarnya material gunung api yang berjumlah sangat besar dan dimuntahkannya ke laut, menyebabkan terjadinye perpindahan volume air laut akibat bertambahnya material gunung api tersebut. Sehingga kenaikan muka air laut dan Tsunamipun terjadi. Kota Merak yang terletak di Ujung barat pulau Jawa rusak parah akibat hempasan Tsunami setinggi 46 meter.
Kawasan yang berdampak Tsunami akibat Letusan Krakatoa
Beberapa aliran Pyroclastic terjadi juga di sepanjang pesisir pantai Sumatera kira-kira 40 km, yang disebabkan oleh abu vulkanik dan material gunung yang meluncur ke lautan dan menyebabkan terjadinya hempasan gelombang yang menyapu pesisir pantai terdekat. Terdapat indikasi bahwa aliran pyroclastic yang terjadi di laut juga menghempas beberapa pesisir yang terletak sekitar 15 km dari gunung api tersebut.
Pada film dokumentasi tentang letusan gunung Krakatoa yang dibuat oleh team ahli dari University of Kiel, Germany, Aliran Pyroclastic bergerak melewati air. Dari test menunjukkan bahwa abu panas berjalan melewati air dan diikuti dengan aliran Pyroclastic setelah menyeberangi air tersebut. Kontak antara abu panas dalam jumlah yang sangat besar tersebut dengan air laut menyebabkan terjadinya Tsunami. Gelombang yang lebih kecil terrekam pada alat pengukur gelombang di English Channel (Press Frank, November 1956). Hai Ini terjadi terlalu cepat untuk suatu tsunami awal, dan mungkin disebabkan oleh gelombang udara concussive dari letusan. gelombang udara ini mengitari dunia beberapa kali dan masih terdeteksi dengan menggunakan barographs lima hari kemudian.
Efek Geografis
Pulau yang hilang akibat letusan Krakatoa
Setelah kejadian letusan yang dasyat tersebut, pulau gunung krakatoa yang terletak di selat sunda tersebut dilaporkan hilang, kecuali sebagian dari pulau yang terletak di bagian selatan Rakata. Pada bagian selatan dua per tiga dari pulau tersebut yang tersisa hanya pulau batuan saja yaitu Bootsmansrots sedangkan pulau lainyya hilang juga akibat letusan.Sebagai Hasil dari hilangnya material deposit yang sangat besar akibat letusan gunung api tersebut, dasar laut sekitar gunung berapi berubah sangat drastis. Diestimasikan, sebanyak 18-21 km kubik ignimbrite terdeposit pada area 1100000 km persegi dengan ketebalan rata-rata timbunannya adalah 30-40 meter pada kedalaman laut sekitar gunung api tersebut. Masa daratan Verlaten dan Lang meningkat, sama halnya juga terjadi pada bagian barat dari Rakata. Banyak material gunung api yang terkikis, tetapi abu gunung api yang tersendap tersebut menjadi bagian dari komposisi geologi pada pulau tersebut.Pulau pasir (yang biasa disebut Steers dan Calmeyer sesuai nama pelaut yang menemukan pulau ini) terbentuk seperti pulau akibat dari tumpukan debu gunung api yang teramat banyak dan kemudian lama kelamaan terkikis oleh air laut. Air laut yang berada disekitar deposit dari abu vulkanik panas di dua pulau pasir ini memumculkan asap tebal ketika terkena air laut sehinnga pada masa itu orang-orang yang meilihatnya menganggap bahwa pulau pasir itu adalah semburan gunung api kecil yang baru, tetapi nyatanya bukan.
Efek Global yang terjadi.
Semburan debu vulkanis menyebabkan warna langit berubah menjadi hitam pekat hingga jangka waktu beberapa tahun dan matahari yang nampak tenggelam dalam jangka waktu beberapa bulan di hampir seluruh belahan dunia. Seorang seniman British William Ashcroft mengabadikan peristiwa tersebut kedalam sebuah lukisan yang digambarkan pendaran ribuan cahaya terjadi di sekitar Krakatoa beberapa tahun setelah kejadian Erupsi tersebut. Kronologi kejadian dan sebab-sebab terjadinya letusan gunung api Krakatoa ini menjadi incaran peneliti luar negeri untuk diteliti lebih dalam. Ada beberapa teori utama yang kemudian berkembang antara lain:
Peneliti meyakini bahwa lubang gunung api sudah berada dibawah muka air laut pada tanggal 27 Agustus pagi dan menyebabkan masuknya air laut membanjiri bagian dalam kawah tersebut sehingga menyebabkan kejadian yang sangat besar dan berbahaya yaitu letusan Phreatic akibat interaksi antara air tanah dengan magma).
Air laut dapat mendinginkan Magma, menyebabkan terbentuknya kerak dan menghasilkan efek “pressure cooker” yang terjadi hanya pada saat gunung api tersebut meletus.
Kedua teori diatas mengasumsikan bahwa pulau tersebut hilang sebelum letusan terjadi, tetapi bukti-bukti yang ada tidak mendukung kesimpulan tersebut dan deposito batu apung dan Ignimbrit yang ditemukan di dasar laut tersebut bukan dari jenis yang konsisten dengan interaksi magma-air laut. Letusan final yang terjadi bisa jadi disebabkan oleh magma yang bercampur yang disebabkan oleh masuknya magma basaltic panas kedalam magma yang dingin dan tidak pekat kedalam ruangan dibawah gunung api. Hal tersebut menghasilkan peningkatan nilai tegangan yang berkelanjutan sehingga dapat menyebabkan terjadinya letusan yang bersifat cataclysmic. Bukti dari teori ini adalah jenis batu apung yang ditemukan dilokasi tersebut yang bersifat tidak pekat dan bermaterial gelap, material gelap tersebut bersifat panas. Namun, beberapa material yang ditemukan dilokasi berjumlah kurang dari 5% dari content ignibrite yang sama dengan jenis di Krakatoa dan para ahli kemudian mengganggap bahwa teori ini belum layak dijadikan kesimpulan dalam investigasi letusan tanggal 27 Agustus ini.
Letusan Krakatoa yang terjadi sebelum 1883
Tahun 416 M. Tertuang dalam Buku Pustaka Raja dengan angka tahun 338 saka (416 M).Tertulis bahwa terdengar suatu letusan yang berasal dari gunung Batuwara (Pulosari sekarang, atau gunung api Bantam yang terletak dekat dengan selat sunda), yang dianggap sama dengan suara yang berasal dari Kapi yang terletak disebelah barat dari Bantam (Bantam terletak di sebelah barat pulau jawa yang dianngap lokasinya sama dengan lokasi gunung Krakatoa). Dalam Pustaka tersebut juga tercatat adanya kenaikan elevasi air laut dan hilangnya pulau tersebut akibat suatu ledakan. Namun, belum ada bukti geologis yang menunjukkan seberapa dasyat ledakan yang terjadi ketika itu dan seberapa besar efek yang terjadi akibat letusan tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa letusan yang terjadi kala itu memisahkan pulau jawa dan sumatera dan terbagi oleh selat yaitu selat sunda.
Tahun 535 Masehi. David Keys, Ken Wohletz dkk menyatakan bahwa kejadian letusan gunung api Krakatoa yang terjadi pada tahun 535 merupakan penyebab terjadinya perubahan iklim dunia yang sangat besar pada era tahun 535-536. Keys membuat sebuah buku Catastrophe : An Investigation into the Origins of the Modern World yang menjelaskan tentang kejadian vulkanis yang terjadi pada abad ke-6 masehi. Thornton ( p.47) menyebutkan bahwa Krakatoa yang dikenal dengan Gunung api Aktif pada masa dinasti Sailendra berkuasa, mencatat adanya 7 kejadian vulkanis yang terjadi antara abad ke 9 sampai dengan abad ke-16 dengan tahun kejadian 850 M, 950 M, 1050 M, 1150 M, 1320 M dan 1530 M.
Tahun 1680 M. Yang ditulis dalam buku harian Johann Wilhelm Vogel, seorang Engineer pertambangan asal Belanda ketika berlayar melewati selat Sunda pada tahun 1681. Vogel kembali ke Amsterdam pada tahun 1688 dan kemudian pada 1690 memlakukan publikasi jurnalnya yang menceritakan tentang eruspi krakatoa yang terjadi antara 1680-81.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar