Krakatoa
atau jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia yaitu Krakatao adalah
suatu pulau Vulkanis yang terbentuk dari lava yang terletak di selat
Sunda antara pulau jawa dan Sumatera. Nama tersebut digunakan kedalaman
grup kepulauan, pulau utama yang disebut Rakata dan pulau lain yang
terdapat gunung apinya. Masih sangat
sedikit orang awam yang menyadari betapa terkenalnya Indonesia dimata
dunia, bukan hanya iklim pariwisata dan pemandangan yang indah di
jajaran puluh ribuan pulau hijau yang terbentang digaris katulistiwanya,
namun juga karena gunung api yang terkenal sangat aktif di dunia salah
satunya adalah Gunung Krakatoa. Jika kita cermati dan lihat secara
seksama maka akan muncul beberapa pertanyaan: Sudah berapa buah paper
serta jurnal Internasional yang membahas letusan maha dasyat Krakatoa
dan Tambora? Sudah berapa banyak film documenter yang diluncurkan
sebagai hasil dari penelitian para peneliti Luar negeri tentang
sebab-sebab letusan Krakatoa? Sudah berapa universitas geosciences luar
negeri yang sudah meneliti tentang letusan ini? Sudah berapa buku
science internasional yang terbit untuk membahas tentang letusan dasyat
Krakatoa?. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah : sudah seberapa banyak
kita sebagai warga Negara Indonesia as The owner of that Source of
disaster mengetahui, mempelajari dan bahkan memahami tentang Letusan
maha Dasyat yang disebabkan oleh gunung Api Krakatoa?. Saya agak
tercengang ketika saya mengunjungi earth explorer di kota
Oostende,Belgium yang menyuguhkan tentang Ilmu pengetahuan kebumian,
saya melihat miniatur lengkap dengan keterangan dan kronologis kejadian
tentang letusan gunung Krakatoa,Indonesia. Selain itu, saya juga pernah
membaca beberapa artikel tentang Krakatoa dan Tambora di Majalah
science National Geographic serta beberapa buku yang berhubungan tentang
ilmu bumi dan global warming yang juga membahas tentang Krakatoa. Dalam
tulisan saya kali ini, saya merangkum beberapa informasi tentang
Krakatoa yang saya peroleh dari beberapa artikel wikipedia dan paper
internasional serta film dokumenter dari National Geograpic.
Lokasi Gunung Krakatoa
Letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883 berawal dengan
aktifitas gunung api yang meningkat sejak bulan mei. Titik kulminasi
atau titik puncak terjadinya letusan gunung krakatoa adalah pada 27
Agustus 1883. Kemudian aktivitas gunung api minor terus terjadi hingga
bulan Februari 1884.Fase awal Pada satu tahun menjelang titik puncak
terjadinya letusan gunung krakatoa, aktivitas seismic yang berupa gempa
bumi minor sering terjadi dan bahkan ada yang terasa juga di Australia.
Pada tanggal 20 May 1883, 3 bulan sebelum terjadinya letusan yang sangat
dasyat itu, debu vulkanik sudah tampak menyembur sedikit demi sedikit.
Erupsi dan keluarnya debu tersebut terasa hingga jarak 6 km (20000 ft)
dan letusan tersebut terdengar hingga Batavia (Jakarta sekarang) yang
berjarak 160 km (99mil). Aktivitas gunung api tersebut mulai terlihat
berhenti pada akhir bulan May dan dilaporkan berhenti beraktivitas
hingga pertengahan Juni. Aktivitas erupsi mulai terjadi lagi pada
tanggal 16 June, ketika itu gemuruh yang kencang terdengar dari puncak
gunung krakatoa dan debu tebal serta pekat menutupi pulau tersebut
selama hampir 5 hari. Pada 24 June, angin timur meniup kencang awan
pekat tersebut dan dua kolom abu tebal malah semakin nampak dari
Krakatoa sehingga sedikit banyak merubah bentuk krakatoa. Perubahan
bentuk gunung akibat adanya erupsi sebelumnya tersebut menyebabkan
terbentuknya sumber lubang magma yang terletak antara Perbuatan dan
Danan, dekat dengan kawah anak krakatao. Erupsi yang terjadi tersebut
juga menyebabkan kenaikan muka air laut dari biasanya yang dibuktikan
dengan semakin panjangnya rantai penghubung angkur dengan perahu akibat
kenaikan elevasi muka air laut. Kejadian-kejadian gempa disekitar lokasi
mulai terasa sampai ke Anyer (Jawa) dan juga ditanggap oleh perahu yang
berlayar di Samudra Hindia hingga ke Barat.Pada 11 Agustus, H.J.G.
Ferzenaar melakukan investigasi terhadap pulau tersebut. Dia mencatat
bahwa sumber abu yang utama (di lokasi yang baru terbentuk di Danan,
yang menutupi bagian barat dari pulau tersebut (karena ngin bertiup dari
timur di masa itu), dan asap berasal dari sekitar 8 lubang lainnya yang
kebanyakan berada di Danan dan Rakata. Pada saat dia berada dilokasi
tersebut, Dia menemukan lapisan abu setebal 0.5 meter (1ft 8 in), semua
vegatasi kecil dan sudang sudah hancur dan yang tertinggal hanyalah
pohon-pohon besar. Hari berikutnya, perahu berlayar melewati daerah
utara dari lokasi dan melaporkan adanya lubang sumber keluarnya abu
volkanik yang baru yang hanya berjarak beberapa meter diatas muka air
laut. Aktivitas gunung berapi berlanjut sampai pertengahan Agustus.
Fase Klimaks
Tanggal 25 Agustus, terjadi peningkatan aktivitas gunung krakatoa. Pada
pukul 13.00 (WIB) tanggal 26 Agustus, gunung api mengalami fase
Paroxysmal (fase dimana terjadi perubahan aktivitas yang mendadak) dan
pada pukul 14.00 dapat dilihat bahwa abu tebal pekat mencapai ketinggian
27 km (17 mi). Pada kondisi ini erupsi terjadi secara terus menerus
hingga dapat didengar gemuruhnya setiap 10 menit sekali. Perahu yang
berada 20 km (12 mi) dari lokasi gunung api melaporkan bahwa abu tebal
dan sangat pekat mulai terlihat dan mengganggu sistem navigasi, dengan
beberapa batu panas dengan diameter sekitar 10 cm yang diyakini berasal
dari muntahan gunung api tersebut jatuh di dek kapal perahu mereka.
Kemudian, Tsunami kecil terjadi di sepanjang pantai Jawa dan Sumatera
sepanjang 40 km yang terjadi kira-kira pukul 18.00-19.00.
Tanggal 27
Agustus terjadi 4 letusan mayar dan dasyat yang terjadi pada pukul
05.30, 06.44, 10.01 dan 10.41 waktu setempat. Letusan yang terjadi
dilaporkan sangat dasyat hingga terdengar pada 3500 km dari lokasi yaitu
di Perth, Australia Barat dan pada kepulauan di Samudra Hindia yang
terletak pada jarak 4800 km dari lokasi letusan. Kejadian tersebut di
ikuti dengan Tsunami yang sangat besar yang memiliki ketinggian 30 meter
yang berawal dari laut di sekitar lokasi letusan gunung Krakatao. Area
disekitar selat sunda tersebut dan beberapa tempat di sepanjang pesisir
Sumatera mengalami aliran Pyroclastic yang bersumber dari gunung api
tersebut. Letusan gunung api tersebut memiliki nilai Volcanic
Explosivity Indes (VEI) sebesar 6 dimana erupsi tersebut bernilai sama
dengan 200 mega ton TNT (jenis bahan peledak pembuat bom) atau sekitar
13000 kali ledakan nuclear yang terjadi di Hirosima jepang ketika perang
dunia II terjadi.
Penyebaran suara yang terdengar hingga ke beberapa negara di dunia
Tekanan gelombang yang terjadi disebabkan oleh raniasi letusan gunung
api dari Krakatoa yang memilki kekuatan sebesar 1086 km/h (675 mph)
(Winchester, 2003, p.248). Kekuatan tersebut sangat besar sekali
sehingga dapat merusak gendang telinga para pelaut yang ketika itu
sedang melintas di sekitar selat Sunda (Winchester, 2003, p.235) dan
dapat menghasilkan sekitar dua setengah inchi percury (ca 85 hPa) yang
terekam dari alat pengukur tekanan di Jakarta. Gelombang tekanan
tersebut mengahasilkan radiasi di semua belahan dunia dan terekam pada
alat Barographs seluruh dunia hingga 5 hari setelah terjadinya letusan.
Barograph melaporkan bahwa gelombang (shock wave) yang terjadi menggema
di seluruh belahan bumi hingga total sebanyak 7 kali. Debu gunung
krakatoa mencapai ketinggian 80 km (50mi).Erupsi yang terjadi
berangsur-angsur berkurang dan benar-benar diam tanpa aktivitas pada 28
Agustus pagi hari. Erupsi-erupsi kecil yang kebanyakan memuntahkan
lumpur terjadi kemudian berlangsung hingga bulan Oktober, dilaporkan
juga erupsi kecil terus terjadi hingga bulan Februari 1884.
Pada
siang hari tanggal 27 Agustus, hujan abu panas akibat muntahan gunung
krakatoa terjadi di Ketimbang (Lampung sekarang). Sekitar seribu
penduduk meninggal yang bukan diakibatkan oleh tsunami yang terjadi
setelah letusan, tetapi karena debu yang panas dan tebal. Verbeek
(peneliti) meyakini bahwa kejadian unik ini (yaitu meninggalnya penduduk
karena abu vulkanik) adalah disebabkan oleh letusan lateral atau
Pyroclastic surge (sama dengan kejadian letusan gunung api St. Helens
pada tahun 1980), yang juga terjadi di suatu pulau yang dikelilingi oleh
lautan seperti Krakatoa. Kombinasi bencana yang terjadi yaitu, aliran
Pyroclastic, debu vulkanik dan Tsunami terjadi yang merenggut korban
jiwa sebanyak 3000 penduduk di Pulau Sebesi, yang terletak 13 km dari
Krakatoa. Pyroclastic Flows membunuh sekitar 1000 orang di Ketimbang,
yang terletak di 40 km sebelah utara Krakatoa. Berdasarkan data yang
dihimpun oleh Pemerintahan belanda, Korban tewas dalam bencana ini
adalah 36417 jiwa dan ada sumber lain yang mengestimasi jumlah korban
jiwa sebanyak 120000 bahkan lebih. Beberapa kawasan di pulau Sumatra
maupun jawa hancur tidak berbekas, termasuk Teluk betung dan Lampung di
Sumatra, Sirik dan Serang di Pulau Jawa. Area di kawasan Banten, jawa
dan Lampung, Sumatera juga mengalami rusak parah. Laporan lain
mengatakan bahwa terdapat banyak mayat yang mengapung di Samudra Hindia.
Selain itu, juga ditemukan batuan yang kandungannya hampir sama dengan
yang dimiliki oleh gunung krakatoa di sepanjang pesisir pantai timur
benua Afrika. Beberapa kawasan yang rusak akibat letusan tersebut tidak
di perbaiki, namun dibiarkan sebagai hutan salah satunya adalah Taman
Nasional Ujung Kulon.
Pyroclastic Flows yang terjadi di Krakatoa
Tsunami dan efeknya
Perahu yang ketika itu berlayar di sekitar area tersebut rusak karena
terhantam Tsunami, dan tubuh perahu tersebut ditemukan mengambang di
samudra seminggu setelah kejadian. Tsunami yang datang setelah Erupsi
diyakini terjadi akibat adanya aliran Pyroclastic yang maha dasyat di
lautan. Satu diantara empat letusan besar pada erupsi Krakatoa
menyebabkan terjadinya Aliran Pyroclastic yang besar sebagai akibat dari
gaya grafitasi yang colaps akibat kejadian erupsi gunung krakatoa.
Keluarnya material gunung api yang berjumlah sangat besar dan
dimuntahkannya ke laut, menyebabkan terjadinye perpindahan volume air
laut akibat bertambahnya material gunung api tersebut. Sehingga kenaikan
muka air laut dan Tsunamipun terjadi. Kota Merak yang terletak di Ujung
barat pulau Jawa rusak parah akibat hempasan Tsunami setinggi 46 meter.
Kawasan yang berdampak Tsunami akibat Letusan Krakatoa
Beberapa aliran Pyroclastic terjadi juga di sepanjang pesisir pantai
Sumatera kira-kira 40 km, yang disebabkan oleh abu vulkanik dan material
gunung yang meluncur ke lautan dan menyebabkan terjadinya hempasan
gelombang yang menyapu pesisir pantai terdekat. Terdapat indikasi bahwa
aliran pyroclastic yang terjadi di laut juga menghempas beberapa pesisir
yang terletak sekitar 15 km dari gunung api tersebut.
Pada film
dokumentasi tentang letusan gunung Krakatoa yang dibuat oleh team ahli
dari University of Kiel, Germany, Aliran Pyroclastic bergerak melewati
air. Dari test menunjukkan bahwa abu panas berjalan melewati air dan
diikuti dengan aliran Pyroclastic setelah menyeberangi air tersebut.
Kontak antara abu panas dalam jumlah yang sangat besar tersebut dengan
air laut menyebabkan terjadinya Tsunami. Gelombang yang lebih kecil
terrekam pada alat pengukur gelombang di English Channel (Press Frank,
November 1956). Hai Ini terjadi terlalu cepat untuk suatu tsunami awal,
dan mungkin disebabkan oleh gelombang udara concussive dari letusan.
gelombang udara ini mengitari dunia beberapa kali dan masih terdeteksi
dengan menggunakan barographs lima hari kemudian.
Efek Geografis
Pulau yang hilang akibat letusan Krakatoa
Setelah kejadian letusan yang dasyat tersebut, pulau gunung krakatoa
yang terletak di selat sunda tersebut dilaporkan hilang, kecuali
sebagian dari pulau yang terletak di bagian selatan Rakata. Pada bagian
selatan dua per tiga dari pulau tersebut yang tersisa hanya pulau batuan
saja yaitu Bootsmansrots sedangkan pulau lainyya hilang juga akibat
letusan.Sebagai Hasil dari hilangnya material deposit yang sangat besar
akibat letusan gunung api tersebut, dasar laut sekitar gunung berapi
berubah sangat drastis. Diestimasikan, sebanyak 18-21 km kubik
ignimbrite terdeposit pada area 1100000 km persegi dengan ketebalan
rata-rata timbunannya adalah 30-40 meter pada kedalaman laut sekitar
gunung api tersebut. Masa daratan Verlaten dan Lang meningkat, sama
halnya juga terjadi pada bagian barat dari Rakata. Banyak material
gunung api yang terkikis, tetapi abu gunung api yang tersendap tersebut
menjadi bagian dari komposisi geologi pada pulau tersebut.Pulau pasir
(yang biasa disebut Steers dan Calmeyer sesuai nama pelaut yang
menemukan pulau ini) terbentuk seperti pulau akibat dari tumpukan debu
gunung api yang teramat banyak dan kemudian lama kelamaan terkikis oleh
air laut. Air laut yang berada disekitar deposit dari abu vulkanik panas
di dua pulau pasir ini memumculkan asap tebal ketika terkena air laut
sehinnga pada masa itu orang-orang yang meilihatnya menganggap bahwa
pulau pasir itu adalah semburan gunung api kecil yang baru, tetapi
nyatanya bukan.
Efek Global yang terjadi.
Semburan
debu vulkanis menyebabkan warna langit berubah menjadi hitam pekat
hingga jangka waktu beberapa tahun dan matahari yang nampak tenggelam
dalam jangka waktu beberapa bulan di hampir seluruh belahan dunia.
Seorang seniman British William Ashcroft mengabadikan peristiwa tersebut
kedalam sebuah lukisan yang digambarkan pendaran ribuan cahaya terjadi
di sekitar Krakatoa beberapa tahun setelah kejadian Erupsi tersebut.
Kronologi kejadian dan sebab-sebab terjadinya letusan gunung api
Krakatoa ini menjadi incaran peneliti luar negeri untuk diteliti lebih
dalam. Ada beberapa teori utama yang kemudian berkembang antara lain:
Peneliti meyakini bahwa lubang gunung api sudah berada dibawah muka
air laut pada tanggal 27 Agustus pagi dan menyebabkan masuknya air laut
membanjiri bagian dalam kawah tersebut sehingga menyebabkan kejadian
yang sangat besar dan berbahaya yaitu letusan Phreatic akibat interaksi
antara air tanah dengan magma).
Air laut dapat mendinginkan
Magma, menyebabkan terbentuknya kerak dan menghasilkan efek “pressure
cooker” yang terjadi hanya pada saat gunung api tersebut meletus.
Kedua teori diatas mengasumsikan bahwa pulau tersebut hilang sebelum
letusan terjadi, tetapi bukti-bukti yang ada tidak mendukung kesimpulan
tersebut dan deposito batu apung dan Ignimbrit yang ditemukan di dasar
laut tersebut bukan dari jenis yang konsisten dengan interaksi magma-air
laut. Letusan final yang terjadi bisa jadi disebabkan oleh magma yang
bercampur yang disebabkan oleh masuknya magma basaltic panas kedalam
magma yang dingin dan tidak pekat kedalam ruangan dibawah gunung api.
Hal tersebut menghasilkan peningkatan nilai tegangan yang berkelanjutan
sehingga dapat menyebabkan terjadinya letusan yang bersifat cataclysmic.
Bukti dari teori ini adalah jenis batu apung yang ditemukan dilokasi
tersebut yang bersifat tidak pekat dan bermaterial gelap, material gelap
tersebut bersifat panas. Namun, beberapa material yang ditemukan
dilokasi berjumlah kurang dari 5% dari content ignibrite yang sama
dengan jenis di Krakatoa dan para ahli kemudian mengganggap bahwa teori
ini belum layak dijadikan kesimpulan dalam investigasi letusan tanggal
27 Agustus ini.
Letusan Krakatoa yang terjadi sebelum 1883
Tahun 416 M. Tertuang dalam Buku Pustaka Raja dengan angka tahun
338 saka (416 M).Tertulis bahwa terdengar suatu letusan yang berasal
dari gunung Batuwara (Pulosari sekarang, atau gunung api Bantam yang
terletak dekat dengan selat sunda), yang dianggap sama dengan suara yang
berasal dari Kapi yang terletak disebelah barat dari Bantam (Bantam
terletak di sebelah barat pulau jawa yang dianngap lokasinya sama dengan
lokasi gunung Krakatoa). Dalam Pustaka tersebut juga tercatat adanya
kenaikan elevasi air laut dan hilangnya pulau tersebut akibat suatu
ledakan. Namun, belum ada bukti geologis yang menunjukkan seberapa
dasyat ledakan yang terjadi ketika itu dan seberapa besar efek yang
terjadi akibat letusan tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa letusan
yang terjadi kala itu memisahkan pulau jawa dan sumatera dan terbagi
oleh selat yaitu selat sunda.
Tahun 535 Masehi. David Keys,
Ken Wohletz dkk menyatakan bahwa kejadian letusan gunung api Krakatoa
yang terjadi pada tahun 535 merupakan penyebab terjadinya perubahan
iklim dunia yang sangat besar pada era tahun 535-536. Keys membuat
sebuah buku Catastrophe : An Investigation into the Origins of the
Modern World yang menjelaskan tentang kejadian vulkanis yang terjadi
pada abad ke-6 masehi. Thornton ( p.47) menyebutkan bahwa Krakatoa yang
dikenal dengan Gunung api Aktif pada masa dinasti Sailendra berkuasa,
mencatat adanya 7 kejadian vulkanis yang terjadi antara abad ke 9 sampai
dengan abad ke-16 dengan tahun kejadian 850 M, 950 M, 1050 M, 1150 M,
1320 M dan 1530 M.
Tahun 1680 M. Yang ditulis dalam buku
harian Johann Wilhelm Vogel, seorang Engineer pertambangan asal Belanda
ketika berlayar melewati selat Sunda pada tahun 1681. Vogel kembali ke
Amsterdam pada tahun 1688 dan kemudian pada 1690 memlakukan publikasi
jurnalnya yang menceritakan tentang eruspi krakatoa yang terjadi antara
1680-81.