Makalah
KERAJAAN MATARAM ISLAM
Disusun guna
memenuhi tugas Sejarah Indonesia Abad XVI - XVIII
Disusun oleh :
SaeVul
PRODI
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
LATAR BELAKANG
Kerajaan Mataram Islam merupakan
salah satu kerajaan islam terbersar yang ada ditanah air khususnya di pulau
jawa. Kerajaan Mataram adalah kerajaan Islam terbesar di Jawa yang hingga kini
masih mampu bertahan melewati masa-masa berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda
di Indonesia, walaupun dalam wujud yang berbeda dengan terbaginya kerajaan ini
menjadi empat pemerintahan swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan
Yogyakarta, Puro Mangkunegaran dan Puro Pakualaman. Sebelumnya memang ada
kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (Tengah) yang lain yang mendahului, seperti
Demak dan Pajang. Namun sejak runtuhnya dua kerajaan itu, Mataramlah yang
hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki banyak kisah dan mitos yang
selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak Mataram berkembang dengan
diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang panjang. Karena itu informasi
tentang kerajaan mataram islam tidak begitu sulit kita dapat karena himgga saat
ini kerajaan tersebut masih eksis di tanah Jawa walaupun dengan konteks yang
berbeda.
Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram adalah
kerajaan Islam di Jawa yang didirikan oleh Sutawijaya, keturunan dari Ki Ageng Pemanahan yang
mendapat hadiah sebidang tanah dari raja Pajang, Hadiwijaya, atas jasanya. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya
dapat menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya termasuk Madura serta meninggalkan
beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.
Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal
Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada saat
itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi
keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian
dipindah ke Kotagede. Sesudah ia
meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan
diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar
Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak
berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di
hutan Krapyak. Karena itu
ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak
yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta beralih
sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata
Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra
sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang.
Sesudah naik
tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo atau lebih
dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi
untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura
(kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang).
Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul
sebutan pula "Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam
penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram
lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan
terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat
(dimakamkan di Imogiri), ia
digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
Kehidupan
Politik
Pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya. Ia
bergelar Panembahan Senopati, memerintah tahun (1586 – 1601). Pada awal
pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-daerah seperti Ponorogo, Madiun,
Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya untuk memperluas dan
memperkuat kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan oleh putranya yaitu
Mas Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613.
Sebagai raja Mataram ia juga berusaha meneruskan apa
yang telah dilakukan oleh Panembahan Senopati untuk memperoleh kekuasaan
Mataram dengan menundukkan daerah-daerah yang melepaskan diri dari Mataram.
Akan tetapi sebelum usahanya selesai, Mas Jolang meninggal tahun 1613 dan
dikenal dengan sebutan Panembahan Sedo Krapyak. Untuk selanjutnya yang
menjadi raja Mataram adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung
Senopati ing alogo Ngabdurrahman, yang memerintah tahun 1613 – 1645. Sultan
Agung merupakan raja terbesar dari kerajaan ini. Pada masa pemerintahannya
Mataram mencapai puncaknya, karena ia seorang raja yang gagah berani, cakap dan
bijaksana.
Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa dikuasainya
kecuali Batavia dan Banten. daerah-daerah tersebut dipersatukan oleh Mataram
antara lain melalui ikatan perkawinan antara adipati-adipati dengan putri-putri
Mataram, bahkan Sultan Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon sehingga
daerah Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.
Di samping mempersatukan berbagai daerah di pulau
Jawa, Sultan Agung juga berusaha mengusir VOC Belanda dari Batavia. Untuk itu
Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC ke Batavia pada tahun 1628 dan
1629 akan tetapi serangan tersebut mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan
serangan terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari pusat Mataram ke
Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk berjalan kaki,
sehingga bantuan tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat. Dan
daerah-daerah yang dipersiapkan untuk mendukung pasukan sebagai lumbung padi
yaitu Kerawang dan Bekasi dibakar oleh VOC, sebagai akibatnya pasukan Mataram
kekurangan bahan makanan. Dampak pembakaran lumbung padi maka tersebar wabah
penyakit yang menjangkiti pasukan Mataram, sedangkan pengobatan belum sempurna.
Hal inilah yang banyak menimbulkan korban dari pasukan Mataram. Di samping itu
juga sistem persenjataan Belanda lebih unggul dibanding pasukan Mataram.
Untuk selanjutnya silahkan Anda diskusikan dengan
teman-teman Anda mencari penyebab kegagalan yang lain serangan Mataram ke
batavia. Hasil diskusi Anda dapat dikumpulkan pada guru bina Anda dan kemudian
lanjutkan menyimak uraian materi selanjutnya.
Walaupun penyerangan terhadap Batavia mengalami
kegagalan, namun Sultan Agung tetap berusaha memperkuat penjagaan terhadap
daerah-daerah yang berbatasan dengan Batavia, sehingga pada masa
pemerintahannya VOC sulit menembus masuk ke pusat pemerintahan Mataram.
Setelah wafatnya Sultan Agung tahun 1645, Mataram
tidak memiliki raja-raja yang cakap dan berani seperti Sultan Agung, bahkan
putranya sendiri yaitu Amangkurat I dan cucunya Amangkurat II, Amangkurat III,
Paku Buwono I, Amangkurat IV, Paku Buwono II, Paku Buwono III merupakan
raja-raja yang lemah. Sehingga pemberontakan terjadi antara lain Trunojoyo
1674-1679, Untung Suropati 1683-1706, pemberontakan Cina 1740-1748.
Kelemahan raja-raja Mataram setelah Sultan Agung
dimanfaatkan oleh penguasa daerah untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mataram
juga VOC. Akhirnya VOC berhasil juga menembus ke ibukota dengan cara
mengadu-domba sehingga kerajaan Mataram berhasil dikendalikan VOC.
VOC berhasil menaklukan Mataram melalui politik devide
et impera, kerajaan Mataram dibagi dua melalui perjanjian Gianti tahun 1755.
Sehingga Mataram yang luas hampir meliputi seluruh pulau Jawa akhirnya terpecah
belah:
- .Kesultanan Yogyakarta, dengan Mangkubumi sebagai raja yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I.
- Kasunanan Surakarta yang diperintah oleh Sunan Paku Buwono III.
Belanda ternyata belum puas memecah belah kerajaan
Mataram. Akhirnya melalui politik adu-domba kembali tahun 1757 diadakan
perjanjian Salatiga. Mataram terbagi 4 wilayah yaitu sebagian Surakarta
diberikan kepada Mangkunegaran selaku Adipati tahun 1757, kemudian sebagian
Yogyakarta juga diberikan kepada Paku Alam selaku Adipati tahun 1813.
Kehidupan
Ekonomi
Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram
berkembang sebagai kerajaan agraris yang menekankan dan mengandalkan bidang
pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan tetap diusahakan dan
dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerah-daerah pesisir. Dalam
bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di
Jawa Tengah, yang daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di
samping kayu, gula, kapas, kelapa dan palawija. Sedangkan dalam bidang
perdagangan, beras merupakan komoditi utama, bahkan menjadi barang ekspor
karena pada abad ke-17 Mataram menjadi pengekspor beras paling besar pada saat
itu. Dengan demikian kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat karena didukung
oleh hasil bumi Mataram yang besar. Dari penjelasan tersebut, apakah Anda sudah
memahami? Kalau sudah paham, bandingkan dengan uraian materi selanjutnya.
Kehidupan
Sosial dan Budaya
Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, masyarakat
Mataram disusun berdasarkan sistem feodal. Dengan sistem tersebut maka raja
adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk melaksanakan pemerintahan,
raja dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan
upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan. Tanah lungguh tersebut
dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya
adalah rakyat atau petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan
adanya sistem feodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa
yang sangat berkuasa terhadap tanah-tanah yang dikuasainya. Sultan memiliki
kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan
keagamaan. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung
serta seni sastra berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman
dalam pembuatan gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Contohnya
gapura Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada
masa Sultan Agung.
Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647),
tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan,
melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang
Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak
ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang
dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu
dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan
Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada
VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus
terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680),
sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah
tercemar.
Pengganti Amangkurat II
berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719),
Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai
Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I
(Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan
perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in
exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat
diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi
dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama
diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu
kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa
beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah
"ahli waris" dari Kesultanan Mataram.
1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi
wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang.
1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di
Mataram, bergelar "Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di utara
pasar).
1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan
menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
1588 - Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar
"Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
1601 - Panembahan Senopati wafat dan
digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan
Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing
Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa: krapyak).
1613 - Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena
sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan
Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah
Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar "Susuhunan
Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau menggunakan gelar
bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman"
1645 - 1677 - Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang
dimanfaatkan oleh VOC.
1677 - Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I
mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan.
Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai
memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
1681 - Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.
1703 - Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan
Amangkurat III.
1704 - Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang
Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan.
1719 - Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan
gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta II (1719-1723).
1726 - Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan digantikan Putra Mahkota yang
bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
1742 - Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada
dalam pengasingan.
1743 - Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan
pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian sangat berat
(menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang
biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan
atas bantuan VOC.
1745 - Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian
Bengawan Beton.
1746 - Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang
dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi,
meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta III yang berlangsung lebih dari 10
tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu
kerajaan kecil.
1749 - 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II
menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto
Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada 1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai
Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai
Susuhunan Paku Buwono III.
1752 - Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi
Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan
Mangkubumi-RM Said.
1754 - Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau
keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi, ditandai
dengan Perjanjian Giyanti yang
membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan
gelar "Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati
Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah" atau lebih
populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
1757 - Perpecahan kembali melanda Mataram. R.M. Said diangkat sebagai penguasa
atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang
terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran
Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".
1788 - Susuhunan Paku Buwono III mangkat.
1792 - Sultan Hamengku Buwono I wafat.
1795 - KGPAA Mangku Nagara I meninggal.
1813 - Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai
penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang
terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran
Adipati Paku Alam".
1830 - Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca nagara Yogyakarta dan
Surakarta dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap antara
Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram
ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo,
Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de facto dan de yure dikuasai oleh
Hindia Belanda.
PENUTUP
Sebagai sebuah kerajaan islam yang besar, kerajaan
Mataram telah menbuktukan eksistensinya dalam mengusir VOC dari Batavia walupun
usaha tersebut gagal dilakukan. Namun serangan yang dilakukan oleh Sultan Agung
ke Batavia telah membuktikan bahwa kerajaan Mataram telah bertekad untuk
mengusir VOC dari Indonesia. Pada akhirnya usaha yang dilakaukan VOC untuk
menaklukkan kerajaan Mataram telah berhasil dilakukan, melalui perjanjian
Giyanti VOC telah membelah kerajan Mataram menjadi 2 wilayah kerajaan di pulau
jawa :
- .Kesultanan Yogyakarta, dengan Mangkubumi sebagai raja yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I.
- Kasunanan Surakarta yang diperintah oleh Sunan Paku Buwono III.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho
Notosusanto,”Sejarah Nasional Indonesia IV”,penerbit Balai Pustaka, 1984
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar